Senin, 05 Desember 2011

Rambu-Rambu Olahraga dalam Agama

Oleh : Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM


Dunia olahraga adalah dunia yang penuh de­ngan sensasi dan menjadi hobi kebanyakan anak manusia. Islam-pun tidak melarangnya karena memang hukum asal olahraga adalah halal/di­bolehkan selama tidak disertai perkara- perkara yang terlarang. Hanya saja Islam telah meletak­kan rambu-rambu dan kaidah- kaidah olahraga secara umum agar tidak keluar dari garis syariat.

Oleh karenanya sangat penting untuk kita kaji masalah ini agar kita bisa mengetahui olah­raga/ lomba- lomba apakah yang dibolehkan dalam islam dan dilarang oleh Islam. Diantara kaidah- kaidah tersebut adalah[1] :

PERTAMA : UNTUK MENCARI RIDHO ALLAH

Setiap muslim harus selalu mencari ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam setiap aktivitasnya. Dalam berolah­raga pun ridho Allah harus dijadikan tujuan, dan itulah tujuan diciptakannya manusia.

Allah  Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

Dan Aku tidak inenciptakan jin dari manusia melain­kan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. adz-­Dzariyat [51] : 56)

Termasuk kesalahpahaman sebagian orang yang mengatakan bahwa ibadah hanya sholat, zakat, dan semisalnya, sedang olahraga tidak ada sangkut pautnya dengan ibadah (agama). Padahal, Islam menjadikan perkara-perkara mubah sebagai ibadah yang berpahala, seperti tersenyum kepada sesama muslim[2], seorang suami mengumpuli istrinya[3], seorang suami memberi makan istri[4], seorang yang menanam benih[5], dan semisalnya.

Olahraga yang dilakukan seorang muslim tidak akan sia-sia bahkan berbuah pahala jika diniatkan untuk mencari pahala dari Allah dan untuk kemaslahatan dirinya, agamanya, dan kaum muslimin secara umum. Akan tetapi, jika tidak diniatkan demikian, maka akan menjadi bumerang baginya dan dia akan sulit melepas­kannya.



KEDUA : UNTUK MEMBELA AGAMA DAN KEBENARAN

Berkata Syaikh Abu Bakr al-Jaza’iri rahimahullah[6] “Sesungguhnya tujuan semua jenis olahraga yang dikenal dalam Islam adalah dimaksudkan menjadi sebuah alas menegakkan dan membela kebenaran. Bukanlah tujuan olahraga itu hanya mendapat harta melimpah, ketenaran, atau hal yang serupa seperti berbangga diri dan (akhirnya) menjadi manusia yang rusak di muka bumi sebagaimana kondisi kebanyakan mereka saat ini.”

Barang siapa tidak memahami hal ini, maka dia akan terjatuh kepada salah satu tujuan yang tidak dibenarkan dalam berolahraga.

KETIGA : MELATIH KEKUATAN, KEMAHIRAN, DAN KEBERANIAN
Kebenaran akan terwujud sempurna dengan ilmu dan kekuatan, ilmu bermanfaat bagi para pencari kebenaran, tetapi kekuatan dapat ber­manfaat bagi orang-orang yang menentang, oleh karena itu Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada umatnya dan menyiapkan kekuatan yang bermanfaat pula bagi tegaknya agama, dan di antara bentuk persiapan kekuatan tersebut beliau memerintahkan kaum muslimin berlatih jenis-jenis olahraga yang bermanfaat un­tuk menguatkan badan, dan melatih keberanian, demikianlah Allah memerintahkan kaum musli­min untuk mempersiapkan kekuatan yang ber­manfaat bagi diri-diri mereka, agama dan kaum muslimin secara rutin, dalam firman-Nya :

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. (QS. al-Anfal [8] : 60)

Oleh karena maksud ini, Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam me­ngizinkan para lelaki Habasyah bermain tom­bak dalam masjid beliau, bahkan mengizinkan Aisyah radhiyallahu ‘anha melihat mereka.[7]

KEEMPAT : TIDAK MENGHABISKAN SEMUA WAKTUNYA UNTUK OLAHRAGA

Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

”Sesungguhnya Tuhanmu mempunyai hak atasmu, dirimu mempunyai hak atasmu, dan keluargamu mempunyai hak atasmu, maka berikan hak masing-masing kepada pemiliknya.” (HR. al-Bukhori : 1832)

Seorang muslim boleh bersantai, berolahraga, dan menghibur dirinya dengan perkara-perkara yang halal walaupun kurang bermanfaat. Ha­nya, yang menjadi masalah jika seorang muslim menjadikan kebanyakan atau semua waktunya untuk olahraga atau perkara-perkara yang tidak bermanfaat, sehingga hidupnya menjadi sia-sia, penuh dengan permainan, dan pada akhimya menghalangi dirinya untuk melaksanakan ke­wajiban syariat dan melanggar larangan-larang­an-Nya.

Sungguh menyesal manusia yang lalai akan kampung akhirat, padahal dunia dan seisinya jika dibandingkan dengan akhirat yang kekal ti­dak ada artinya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Dunia ini dibandingkan dengan akhirat hanya gam­barannya seperti seseorang yang mencelupkan satu jarinya ke lautan, maka hendaknya ia melihat apa yang ia akan bawa kembali.” (HR. Muslim : 5101)

Dan termasuk perangkap bagi manusia, setan selalu menghiasi dunia dengan berbagai cara supaya mereka tenggelam dalam kenikmatan dunia yang sekejap dan lalai dengan kampung akhirat. Setan membisikkan kepada mereka bah­wa olahraga adalah perkara paling penting bagi manusia, lalu manusia menjadi sibuk memikir­kan olahraga, ingin mengetahui kabar terbaru­nya, membicarakan bintang-bintangnya secara detail, tanpa memperhatikan agama dan akhlak mereka.[8]

KELIMA : TIDAK FANATIK GOLONGAN DAN MEMBABI BUTA

Fanatik kepada kebenaran adalah baik dan bermanfaat, bahkan itulah istiqomah di atas agama. Akan tetapi, fanatik kepada suatu ke­lompok tertentu, seperti kepada suatu perkum­pulan olahraga baik sepakbola atau lainnya, berarti berpegang teguh dengannya, saling me­nolong, dan rela mati demi membela serta mem­perjuangkannya baik dalam kebenaran atau kebatilan inilah yang dilarang dalam Islam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS. Al-Ma’idah [5] : 2).

Jika yang terjadi adalah fanatik golongan, seperti yang banyak terjadi baik dari sesama pemain atau sesama supporter, berupa saling mencela, menghina, saling memukul, bermu­suhan, bahkan saling membunuh karena bukan dari kelompoknya, kematian seperti ini adalah kematian jahiliah,[9] dan olahraga yang disertai perkara semacam ini menjadi Karam.

KEENAM : TIDAK BERCAMPUR DENGAN LAWAN JENIS TANPA BATAS[10]
Wanita adalah aurat yang harus dijaga, tidak boleh ditampakkan kepada selain mahromnya.[11] Pada dasarnya wanita harus tinggal di rumah-nya dan tidak keluar kecuali jika ada suatu hajat atau kebutuhan.[12] Oleh karenanya, dalam urus­an ibadah pun wanita lebih baik beribadah di rumahnya daripada masjid-masjid kaum musli­min, sebagaimana sabda Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Janganlah kamu mencegah kaum wanitamu dari masjid-masjid Allah, tetapi rumah mereka lebih baik bagi mereka.” (HR. Abu Dawud : 576, dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah Shohi­hah : 1396)

Jika wanita lebih baik di rumah dalam urusan ibadah, bagaimana kiranya urusan selain iba­dah? Dan bagaimana kiranya lagi urusan olah­raga? Maka jawabnya tentu di rumah jauh lebih baik lagi.

Jika wanita terbiasa keluar rumah, maka ter­jadilah campur baur wanita dengan laki-laki tanpa batas, dan terjadilah banyak kerusakan/ fitnah, disebabkan sebagian kaum wanita telah menyelisihi fitrahnya. Oleh karena itu, rusaknya kaum Bani Israil sebab pertama kalinya adalah fitnah wanita.[13] Jika wanita keluar rumah dan bercampur dengan kaum laki-laki tanpa batas, maka terjadilah saling memandang (zina mata), saling berbicara tanpa batas (zina mulut), saling bersentuhan (zina tangan) dan akhirnya saling berzina dengan zina yang sesungguhnya.[14]

Islam telah memberi petunjuk agar umatnya tidak jatuh kepada perkara keji ini. Oleh karena itu, Rosululloh  Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik shof laki-laki adalah yang paling depan dan seburuk-­bunik shof laki-laki adalah yang paling belakang, sedangkan sebaik-baik shof kaum wanita adalah yang paling belakang dan seburuk-buruk shof kaum wanita adalah yang paling depan.”[15] Bah­kan Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menjaga batas antara kaum laki-laki dengan wanita walaupun saat keluar dari tempat sholat, beliau dan para saha­batnya tetap tidak beranjak dari tempat sholat­nya, sampai kaum wanita keluar terlebih dahulu supaya tidak bercampur antara laki-laki dan wanita walaupun setelah melaksanakan sholat, sebagaimana dikisahkan oleh Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha beliau berkata :

“Bahwasanya kaum wanita pada zaman Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka segera bangkit jika setelah selesai sholat, lalu Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat laki-laki tetap tidak beranjak (dari tempat sholatnya), lalu jika Rosululloh SAW mulai bangkit, kaum laki-laki pun juga bangkit.” (HR. al-Bukhori : 866).

KETUJUH : MENUTUP AURAT

Menutup aurat adalah kewajiban setiap muslim laki-laki dan perempuan, seseorang dilarang melihat aurat sesama jenisnya, sebagaimana ia dilarang melihat aurat lawan jenisnya[16].

Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Seorang laki-laki dilarang melihat aurat laki-laki lain dan seorang wanita dilarang melihat aurat wanita lain.” (HR. Muslim : 512).

Sungguh kita mendapati pada zaman seka­rang, banyak kaum muslimin baik laki-laki[17] atau perempuan[18] bermudah-mudahan terhadap auratnya. Mereka menyingkap auratnya baik sengaja atau tidak. Di sisi lain, sebagian besar kaum muslimin tidak menggubrisnya, apalagi mencegahnya. Dan yang paling mengherankan, ketika ada sebagian muslimah berusaha menu­tup auratnya lebih sempurna, justru mendapat ejekan, cacian, dianggap kuno, dituduh aliran sesat, teroris, dan sebagainya.

Dan sini kita ketahui bahwa olahraga yang meng­haruskan pesertanya menampilkan aurat, seperti binaraga dan semisalnya, hukumnya haram.

KEDELAPAN : MENINGGALKAN ATURAN OLAHRAGA YANG BERTENTANGAN DENGAN ISLAM

Dalam setiap cabang olahraga kalau kita per­hatikan, masing-masing ada aturan mainnya. Pada dasarnya aturan yang dibuat dan disepak­ati tidak bermasalah, tetapi ada sebagian aturan yang bertentangan dengan aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau demikian adanya maka seorang muslim dila­rang menaati aturan yang dibuat jika bertentan­gan dengan aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sebagai contoh, pertandingan-pertandingan yang membolehkan pukulan ke arah wajah atau anggota tubuh yang berbahaya, lomba renang dengan membuka sebagian aurat, binaraga de­ngan menampakkan auratnya, pertandingan campuran antara laki-laki dengan wanita, atau yang semisalnya, semuanya diharamkan sebab aturannya bertentangan dengan aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata,[19] “Para sa­habat dan generasi setelah mereka sepakat bah­wa jika (seorang muslim) mengetahui sunnah Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, lalu mengikuti pendapat se­seorang, tidak pandang siapa pun dia, syariat Islam ini menghukumi semua kaidah-kaidah, aturan-aturan, undang-undang, atau adat-istia­dat yang dibuat manusia baik yang bersifat lokal atau internasional, maka wajib setiap muslim untuk merealisasikan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

Katakanlah, “Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku.” (QS. az-Zumar [39] : 13).

KESEMBILAN : TETAP MENUNAIKAN KEWAJIBAN AGAMANYA

Olahraga bukanlah tugas manusia, tetapi manusia ditugasi untuk beribadah (QS. adz-­Dzariyat : 56). Olahraga menjadi haram jika sam­pai melalaikan kewajibannya. Oleh karenanya, haram mengadakan pertandingan olahraga (perlombaan) pada waktu adzan dikumandang­kan, lebih-lebih jika dikumandangkan adzan sholat jumat, karena orang yang mendengar adzan berkewajiban untuk mendatangi masjid dan sholat berjamaah. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam hendak membakar rumah orang-­orang yang tidak menghadiri sholat berjama’ah[20], lalu apakah kiranya jika ada seorang mendengar adzan lalu dia tidak menghiraukannya, bahkan justru asyik berolahraga atau menontonnya? Sungguh ini merupakan kelalaian yang sangat nyata.

Demikian pula seandainya saat hendak ber­tanding, para pemain harus makan dan minum menjelang bertanding padahal saat itu waktu puasa Romadhon, maka olahraga semacam ini hukumnya menjadi haram.

KESEPULUH : TIDAKADA PELANGGARAN SYARI’AT SEPERTI RUKUK DAN SUJUD KEPADA MAKHLUK

Sebagian cabang olahraga seperti beladiri, jika sebelum bertanding, atau saat bertanding diharuskan adanya penghormatan dengan cara menunduk kepada lawannya seperti rukuk atau bahkan sampai sujud, maka haram bagi seorang muslim melakukannya.[21]

Cukuplah sunnah Rosul bagi seorang muslim jika bertemu saudaranya untuk saling bersalam­an[22], adapun saling menundukkan badan, maka telah dilarang dalam agama Islam. Dalam se­buah hadits dijelaskan :

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ada seseorang bertanya, ‘Wahai Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika ada di antara kamu berjumpa dengan saudaranya atau kawannya bolehkan dia membungkukkan badan untuknya? ‘Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Tidak boleh.’ Orang itu bertanya lagi, ‘Bolehkah memeluk dan menciumnya? ‘Nrab Shallallahu ‘alaihi wa sallam men­jawab, ‘Tidak[23].’ Orang itu bertanya lagi, ‘Bolehkah menyalami dengan tangannya?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  menjawab, ‘Ya.” (HR. at-Tirmidzi: 2728, dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam Misykat al-Mashobih: 4680).

KESEBELAS : TIDAK KAGUM DAN BERLOYALITAS KEPADA NONMUSLIM
Termasuk perangkap setan, manusia dibuat takjub oleh kepiawaian para bintang olahraga saat berlaga, tidak cukup merasa takjub, seba­gian mereka hatinya condong kepadanya tanpa melihat sisi agama dan akhlaknya, ditambah sebab kebodohannya tentang al-wala’ wal baro’, maka sebagian mereka membela bintang yang difavoritkan.

Secara tidak langsung mereka melebihkan orang kafir daripada orang muslim, sebab me­reka lebih menonjolkan pemain kafir daripada tokoh-tokoh Islam — utamanya Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan tidak jarang para pemuda muslim de­ngan bangga memakai kostum milik bintang kafir lengkap dengan nomor punggung dan nama pemain kafir tersebut. Bahkan terkadang ada yang tidak segan memakai baju bergambar bintang idolanya yang kafir, na’udzu billah min dzalik.

Jika kondisinya seperti im, maka hilanglah permusuhan antara kaum muslimin dengan kaum kafir. Mereka justru duduk bersama-sama, bahkan sebagian kaum muslimin mengidolakan musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang seharusnya diper­angi, karena mereka memerangi agama Islam (baca QS. al-Mujadilah: 22), dan kaum muslimin harus menampakkan permusuhan dengan mer­eka.[24]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrohim dan orang-orang yang bersama dengan dia. Ketika mereka berkata kepada kaum mereka. “Sesungguhnya kami terlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS. al-Mumtahanah [40] : 4).

KEDUA BELAS : TIDAK MEMBAHAYAKAN

Jika suatu pertandingan olahraga yang digelar terhadap sesuatu yang membahayakan keselamatan pesertanya, maka olahraga tersebut menjadi haram, seperti tinju, dan gulat bebas yang dibolehkan di dalamnya menyakiti lawan serta membahayakan keselamatan pesertanya.[25]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. an-Nisa’ [4] : 29).

Demikian pula semua cabang olahraga yang hukum asalnya mubah (halal), jika menurut dugaan yang kuat akan terjadi bahaya terhadap keselamatan pesertanya maka diharamkan sebagaimana ayat di atas.[26]

KETIGA BELAS : TIDAK MENIMBULKAN SIFAT BANGGA DIRI, SOMBONG, DENGKI DAN LAINNYA
Bangga diri (ujub), sombong dan dengki adalah penyakit hati yang dapat terjadi dalam perkara apa saja, bisa sebab ilmu, harta, rupa, pangkat, nasab, dan syuhroh (ketenaran). Jika seseorang yang berolahraga salah niatnya, dia akan selalu mencari jalan supaya menjadi yang paling nomor satu. Ketenaran dan kebanggaanlah yang menjadi tujuannya, lalu menganggap dirinya lebih besar dan hebat, sedangkan yang lainnya lebih lemah daripadanya dan akhirnya diremehkan. Inilah penyakit hati yang telah disebutkan oleh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pelakunya dibenci oleh Allah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Tidak akan masuk surga siapa saja yang memliki kesombongan walaupun sebiji sawi dalam hatinya.” Lalu ada orang bertanya, “(Wahai Rosululloh!) Ada orang yang selalu ingin baju dan sandalnya bagus.” Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah itu Mahabagus dan mencintai yang bagus-bagus, som­bong itu adalah menolak kebenaran dan mere­mehkan manusia.” (HR. Muslim: 131)

PENUTUP

Kaum muslimin yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, marilah kita merenungi kembali tujuan Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan kita. Ilmu agama dan aktivitas du­nia yang bermanfaat sudah cukup menyita waktu kita, sehingga kita harus berpikir seribu kali untuk menyia-nyiakannya. Generasi yang mendapat­kan kejayaan adalah sebaik-baik contoh buat kita untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Mereka menggunakan waktunya untuk duduk di majelis ilmu, belajar agama atau mengajarkannya. Jika mendengar seruan adzan, mereka segera sholat. Jika mendengar seruan jihad, mereka berebut su­paya tidak ketinggalan. Mereka mencari dunia sebagai jalan menuju kampung akhirat. Mereka ridho kepada Allah dan Allah pun ridho kepada mereka, dan mereka mendapatkan janji Allah berupa surga. Bandingkan keadaan kita dengan mereka. Kembalilah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sang pencipta. Ikhlaskan niat hanya untuk-Nya. Jangan jadikan perkara-perkara yang asalnya mubah mengge­ser niat utama kita sebagai kaum muslimin yang akibatnya akan perkara mubah itu menggantikan niat utama kita yaitu mencari ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semo­ga kita dimudahkan untuk mengikuti jejak para salaf sholih. Amin.

Sumber: Majalah AL FURQON no. 112 edisi 09 th. Ke 10 Robi’ul Akhir 1432H/Maret 2011M

Artikel: www.ibnuabbaskendari.wordpress.com

[1] Kami sarikan pembahasan ini dari Majallah al-Hikmah edisi No.3, Tanggal 1 Muharram 1415 H, bertepatan dengan 9 Juni 1994 M, hlm. 155-168, ditulis oleh DR. Sa’id Abdul Adhim.

[2] HR. at-Tirmidzi : 1956, dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah Shohihah : 572

[3] HR. Muslim : 1674

[4] HR. al-Bukhori : 1213 dan Muslim : 3076

[5] HR. Ahnad : 184, dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah Shohihah : 9

[6] Dinukil secara bebas dari Majallah al-Hikmah edisi no. 3, tgl. 1 Muharrom 1415 H (9 Juni 1994 M), hlm. 118.

[7] Lihat Majallah al-Hikmah edisi no. 3, tgl. 1 Muharrom 1415 H (9 Juni 1994 M) hlm. 119.

[8] Betapa banyak anak-anak muda sekarang jika ditanya siapa yang diidolakan, maka jawabnya adalah para pemain bola yang kafir, atau semisalnya.

[9] Lihat HR. Muslim : 3440.

[10] Lihat pembahasan lebih lengkap masalah ini dalam Majalah Al-Furqon edisi 06 Tahun VI / Muharrom 1428 H, dengan judul “Ikhtilath Penyakit Kronis Umat” oleh Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf hafidhahullah

[11] Lihat HR. at-Tirmidzi : 1173, dan beliau mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih ghorib.

[12] Sebagaimana perintah Allah Ta’ala kepada kaum wanita dalam QS. al-Ahzab : 33

[13] HR. Ahmad : 1112, dengan sanad yang shohih.

[14] Lihat HR. Bukhori : 6243 dan Muslim : 2657.

[15] HR. Muslim : 440

[16] Lihat QS. an-Nur : 30 – 31

[17] Seperti menyingkap paha, padahal paha adalah aurat sebagaimana sabda Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Paha adalah aurat (kaum laki-laki)” (HR. al-Bukhori: 2/112). Dan Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang sahabatnya menyingkap pahanya serta melarang melihat paha laki-laki lainnya (HR. Abu Dawud: 3140, dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam Shohih wa Dho’if al-jami’ ash-Shoghir: 13397)

[18] Yang paling sering dijumpai dari wanita adalah menying­kap rambut dan kepalanya, padahal keduanya termasuk aurat sebagaimana disepakati para ulama (lihat Majallah al-Hikmah edisi no. 3, tgl. I Muharrom 1415 H, hlm. 126). Memang kita patut bersyukur dengan semakin banyaknya jumlah wanita yang berjilbab, tetapi yang kita sesalkan adalah sebagian wanita yang enggan bejilbab atau ber­jilbab tetapi hakikatnya tidak mengenakannya, seperti berjilbab tetapi dadanya tersingkap, betisnya ditampa­kkan, berjilbab pendek sehingga rambutnya tetap terburai, berjilbab tetapi memakai bawahan yang sangat ketat, atau yang semisalnya; ini semua adalah kesalahan yang sebab utamanya adalah kesalahpahaman mereka tentang jilbab, yang mana mereka menganggap jilbab hanya mode bukan untuk menutup aurat dan menjaga kehormatan.

[19] Dinukil dari Majallah al-Hikmah edisi no. 3, tgl 1 Muharrom 1415 H. hlm. 129-130.

[20] Lihat HR. Muslim : 1041.

[21] Lihat keharaman hukum sujud dan rukuk kepada manu­sia dalam Zadul Ma’ad fi Hadyi Khoiril Ibad kar. Ibnul Qoyy­im rahimahullah (dinukil dari Majallah al-Hikmah edisi no. 3, tgl. 1 Muharrom 1415 11, hIm. 132).

[22] Sebagaimana dalam HR. ath-Thobroni 1/8/1/99, dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah Shohihah : 2647.

[23] Akan tetapi, bukan berarti memeluk dan mencium saudaranya hukumnya haram, karena ada keterangan dalam hadits yang lain bahwa kebiasaan sahabat jika salah satu mereka datang dari bepergian jauh mereka saling berpelukan (HR. al-Balhaqi : 7/100, dan dishohihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah Shohihah : 160).

[24] Namun, bukan berarti kaum muslimin tidak boleh sama sekali berbuat baik kepada orang kafir. Kaum muslimin harus selalu adil bahkan tidak boleh mengkhianati mereka jika mereka tidak berkhianat dan tidak memerangi agama Islam (QS. al-Mumtahanah [60]: 8). Sebagai bukti hal ini, Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjual beli dengan mereka, beliau pernah menjenguk orang kafir yang sakit. dan beliau pernah men­girim hadiah kepada. raja kafir; ini semua dilakukan jika terdapat maslahat di dalamnya seperti harapan supaya masuk Islam, dan bukan berarti Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam cinta kepada orang-orang kafir, maka harus dibedakan antara berbuat adil dan cinta kepada mereka. (Lihat Majallah al-­Hikmah edisi no. 3, tgl. I Muharrom 1415 H, hIm. 133)

[25] Sebagaimana Majlis Fatwa al-Majma’ al-Fiqhi al-Islami li Robithoh al-Alam al-Islamiy pada muktamarnya yang ke-10 digelar di Makkah al-Mukarromah, pada tanggal 24 Shofar 1408 H, telah memutuskan bahwa kedua cabang olahraga ini hukumnya haram.

[26] Adapun hukum olahraga seperti balap motor, balap mo­bil, lomba lari, panjat tebing, gulat, karate, taekwondo, kungfu, dan lainnya, maka hukum asalnya adalah ter­masuk yang dianjurkan sebagaimana Allah Ta’ala perintahkan hamba-Nya untuk melatih dan menyiapkan kekuatan (QS. al-Anfal [8]: 60), dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah para sahabatnya berlatih memanah (HR. al-Bukhori: 3122), hanya saja para ulama mensyaratkan kehalalannya jika diduga kuat tidak akan membahayakan peserta, dan menjadi haram jika diduga kuat akan membahayakan pesertanya. (Lihat al-­Hikmah edisi no. 3, tgl. 1 Muharrom 1415 H, hlm. 153-162)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar