“Dalam beberapa ayat
al-Qur’an ada anjuran agar (kaum Muslimin) mendahulukan maslahat yang lebih
besar dari dua maslahat atau mendahulukan mafsadah yang lebih kecil dari dua
mafsadah serta ada larangan dari (melakukan) sesuatu yang mafsadahnya
(keburukannya) lebih dominan daripada maslahatnya.”
Diantara pokok agama yang wajib diketahui oleh kaum Muslimin
adalah agama ini diturunkan oleh Allah azza wa jalla untuk merealisasikan dan
memperbanyak kemaslahatan (kebaikan) serta untuk melenyapkan atau meminimalisir
keburukan. Oleh karena itu Islam memerintahkan bahkan mewajibkan kaum Muslimin
untuk melakukan berbagai perbuatan baik, seperti shalat, puasa, zakat,
menyambung kekerabatan dan lain sebagainya. Islam juga melarang bahkan
mengharamkan semua keburukan.
Adalah kewajiban bagi kaum Muslimin untuk mentaati syariat
Allah azza wa jalla dengan melakukan semua kebaikan yang diperintahkan dan
menjauhi semua keburukan yang dilarang. Namun, terkadang dalam kondisi
tertentu, seseorang tidak bisa melakukan semua kebaikan yang diketahuinya dan
tidak bisa menghindari semua keburukan yang dilarang syariat. Artinya dia harus
memilih. Lalu mana yang harus dipilih ? Inilah yang dimaksud perkataan penyusun
kitab al-Qawa’idul Hisan al-Muta’alliqah bi tafsiril Qur’an di atas.
Dari perkataan di atas kita simpulkan tiga point penting :
1. Apabila ada dua
kebaikan atau lebih berbenturan, maksudnya kebaikan-kebaikan itu tidak mungkin
kita lakukan semuanya, karena suatu sebab, maka kita harus memilih. Mana yang
harus dilakukan ? Yang harus kita pilih adalah yang terbaik dari berbagai
kebaikan yang berbenturan itu. Ini menunjukan bahwa nilai amal-amal shalih yang
diperintahkan oleh Allah azza wa jalla itu tidak sama, sebagaimana firman Allah
azza wa jalla
"Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya)
dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). (QS. Al-Hadid :10)
Dan firmanNya :
“Apakah
orang-orang yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus
Masjidil Haram kamu anggap sama dengan orang-orang yang beriman kepada Allah
dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah ?”
(QS. At-Taubah : 19)
Dan juga firmanNya :
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut
berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan
Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang
berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk[340] satu
derajat. kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga)
dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk[341]
dengan pahala yang besar,” (QS. An-Nisa : 95)
2. Apabila dua
keburukan atau lebih berbenturan, maksudnya karena suatu hal dan kondisi,
berbagai keburukan itu tidak bisa dijauhi semuanya, namun kita harus melakukan
salah satunya. Lalu mana yang kita pilih ? Yang harus kita pilih adalah yang
paling ringan dampak buruknya.
Penerapan kaidah ini bisa kita temukan dalam banyak tempat,
diantaranya
a. Dalam firman Allah
azza wa jalla :
“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang
pada bulan Haram. Katakanlah : “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar,
tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi
masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar
(dosanya) di sisi Allah. (QS. Al-Baqarah : 217)
Allah azza wa jalla
menjelaskan bahwa celaan kaum kafir terhadap kaum Muslimin atas peperangan di
bulan-bulan yang terhormat – meski ada keburukannya namun apa yang dilakukan
kafir Quraisy yang telah menghalangi manusia dari jalan Allah, kafir kepada
Allah dan menghalangi manusia dari Masjid Haram serta mengusir penduduknya
lebih besar keburukannya (dosanya) di sisi Allah daripada berperang di
bulan-bulan yang terhormat atau suci. Jadi di sini terdapat dua mafsadah (keburukan)
yaitu :
Pertama : Tetap eksisinya
orang-orang kafir Quraisy yang menghalangi kaum Muslimin dari jalan Allah azza
wa jalla, mengusir dan mendzalimi kaum Muslimin di sana serta kekufuran dan
kesyirikan mereka.
Kedua : Menyerang mereka
pada bulan Haram.
Mana di antara kedua
mafsadah ini yang lebih buruk ? Allah azza wa jalla menjelaskan dengan gamblang
bahwa yang lebih buruk adalah yang pertama. Sehingga ketika harus memilih, maka
yang kedualah yang dipilih, karena dampak buruknya lebih sedikit.
b. Dalam firman
Allah azza wa jalla
“Dan kalau bukanlah karena laki-laki Mukmin dan
perempuan-perempuan Mukmin yang tidak kamu ketahui (keberadaan mereka, yang
dikhawatirkan) kamu membunuh mereka sehingga menyebabkan kamu ditimpa kesusahan
tanpa pengetahuanmu (tentulah Allah tidak akan menahan tanganmu dari
membinasakan mereka).” (QS. Al-Fath : 25)
Dalam ayat ini Allah azza wa jalla menahan kaum Muslimin
dari keinginan mereka untuk menyerang penduduk kuffar di Makkah yang telah
menghalangi mereka memasuki Masjidil Haram. Ini untuk suatu tujuan yang lebih
tinggi yaitu supaya kaum Muslimin dan Muslimat yang masih menyembunyikan
keimanannya dan masih tinggal di Makkah tidak menjadi korban peperangan. Kalau
mereka menjadi korban perang, maka tentu orang yang menyebabkannya akan merasa
menyesal atau turut berdosa, sebagaimana dijelaskan para Ulama ahli tafsir. Oleh
karena itulah Allah azza wa jalla menghalangi penyerangan itu, meski faktor
pemicunya sudah ada yaitu perilaku kuffar yang telah menghalangi kaum Muslimin
dari Masjidil Haram.
Jadi di sini ada dua keburukan, yaitu :
Pertama : tidak memerangi atau membiarkan kaum kuffar yang
telah menghalangi kaum Muslimin untuk memasuki kota Makkah.
Kedua : Memerangi mereka dengan resiko ikut terbunuhnya kaum
Muslimin yang masih tinggal di Makkah dan menyembunyikan keimanan mereka karena
belum mampu hijrah ke Madinah. Mereka akan ikut terbunuh karena sulit
membedakan antara penduduk Makkah yang sudah beriman dan masih kafir.
Dari kedua keburukan ini, yang paling sedikit dampak
buruknya adalah tidak memerangi mereka.
Termasuk dalam pelaksanaan kaidah yang kedua ini yaitu semua
kejadian-kejadian atau kesepakatan-kesepakatan dalam Shulh (perjanjian damai) Hudaibiyah,
di mana tercantum butir-butir perdamaian yang harus dipatuhi, yang dzahirnya
sangat merugikan kaum Muslimin, akan tetapi itu ternyata berbuah kemenangan
bagi kaum Muslimin. Termasuk juga larangan terhadap kaum Muslimin untuk
berperang sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah.
Karena berperang dalam kondisi seperti ini lebih besar dampak buruknya daripada
tetap bersabar.
3. Jika ada kebaikan dan keburukan sekaligus, namun
keburukannya lebih kuat atau lebih dominan, maka dilarang melakukannya.
Ini merupakan bagian terakhir, yaitu apabila maslahat dan
mfsadah berkumpul, maka maslahat harus didahulukan ketika mafsadah tidak
mendominasi, jika sebaliknya, maka mafsadah harus diutamakan, meskipun harus
meninggalkan atau menghilangkan maslahah.
Misalnya dalam firman Allah azza wa jalla :
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah : “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosanyal lebih besar dari manfaatnya.” (QS. Al-Baqarah : 219)
Ini merupakan alasan umum yaitu segala sesuatu yang
bahayanya (mudharat) dan dosanya lebih besar daripada manfaatnya, maka dengan
hikmah-Nya, Allah melarang para hamba-Nya dan mengharamkannya.
Demikianlah kaidah-kaidah ini, disamping sebagai kaidah yang
ditetapkan secara syar’i juga sesuai dengan logika manusia yang normal serta
bisa diamalkan dalam masalah-masalah agama maupun dunia. Wallahu a’lam.
Sumber : Majalah as-Sunnah No. 06 Thn. XV Dzulqa’idah 1432
H, Hal. 14-16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar